Ketika banyak teman, sahabat, bahkan orang tua bertanya kepada saya, dengan pertanyaan yang sama, bahkan sering pertanyaan itu mereka tanyakan kepada saya, maybe mereka semua peduli, atau juga mereka tidak suka, saya juga tidak tahu. Yang pastinya saya positip thingking saja kepada mereka semua, atas kepeduliannya kepada saya yang selalu enjoy dengan status single-nya. Atau bisa jadi mereka berprasangka kepada saya, karena saya sudah cukup umur untuk melakukannya,atau mereka merasa terusik dengan status single saya, atau saya tidak laku-laku, atau juga saya tidak mempunyai cinta……upsss!!, yang jelas saya masih punya cinta dan mencintai someone….ehmmmmmm….kalau anda bertanya kepada saya siapa someone itu, dan kapan merealisasikannya, tunggu saja tanggal mainnya, dan jawaban yang standar itu yang selalu saya lontarkan kepada mereka. Kembali kepada permasalahan awal tadi, tentang pertanyaan yang sering di lontarkan kepada saya, apa sih pertanyaan itu,yaitu; “kapan anda menikah?”. Dengan mendengar pertanyaan itu, bahkan saking seringnya mendengar kata-kata itu saya jadi tertantang ingin menuliskannya dalam sebuh catatan kecil disni. Saya ingin menulis tentang cinta, yang sebenarnya juga saya bukan ahli cinta, dan saya juga tidak tahu apa sebenarnya makna cintai itu. Tapi saya sedikit ingin menulis cinta menurut persepsi saya, karena cinta banyak makna, banyak persepsi, banyak definisi, dan banyak pujangga-pujangga yang telahmenyanyikannya tentang cinta. Sampai kapan pun cinta, masih tetap relevan untuk dibahas. Ia tidak akan mati ditelah waktu, masa dan jaman. Karena ia mengandung makna dibaliknya, yang selalu asyik untuk diperbincangkan, apakah dikalangan anak-anak muda, ABG, atau pun orang tua sekalipun, bahkan anak-anak yang masih butuh tentang cinta orang tuanya.
Tidak akan ada habis-habisnya pembahasan tentang cinta, sampai-sampai saya sendiri pun bingung, apa sih sebenarnya cinta itu? Ada suatu ungkapan yang mengatakan; “tidak ada seorang manusia pun yang tidak mengetahui cinta……,namun tidak ada yang memahami apa itu cinta?”(Al-Syeikh Ali al-Thanthawi). Banyak orang yang mengetahui tentang cinta, akan tetapi dibalik makna cinta tersebut, sangat sedikit sekali memahaminya. Apakah cinta itu, hanya sebatas pasangan seorang kekasih, antara seorang perempuan dan seorang laki-laki, atau hanya sebatas cinta orang tua terhadap anaknya, atau sebaliknya. Dan begitu juga, segalanya kita lakukan atas namanya cinta, tapi yang pasti cinta kita kepada manusia tidak melebihi cinta kita terhadap Tuhan. Ada juga yang mengatakan; “cinta adalah pengalaman hidup…,tidak ada yang menderita karena cinta, kecuali mereka yang pernah mengalaminya”. (Simone de bouvoir ). Cinta adalah pengalaman yang begitu tinggi dan berkaitan dengan perasaan. Banyak orang yang mengatakan, jangan bercinta kalau takut sakit hati. Itu ungkapan yang saya sering dengar dari berbagai kalangan yang pernah mengalami rasa manis dan pahitnya tentang cinta. Menurut para psikolog, kebutuhan terpenting manusia adalah kemampuannya untuk mengatasi keterasingan dan kesendiriannya. Dan tidak ada cara lain, selain cinta yang menjadi satu-satunya sarana untuk berinteraksi dengan orang lain ataupun segala hal yang ada di sekitarnya. Cinta adalah satu-satunya solusi bagi manusia untuk keluar dari penjara subjektifitasnya agar leluasa dalam berinteraksi dan mendapatkan perhatian dari orang lain. Tanpa adanya cinta, hidup akan berubah menjadi penjara individualisme dan keterasingan yang menyakitkan. Hal serupa juga di ungkapkan oleh seorang penyair Arab klasik;
إِنِّي أُحِبُّكَ حُبًّا لَيْسَ يَبْلُغُهُ فَهْمِيْ وَلَا يَنْتَهِي وَصْفِيْ إِلَى صِفَتِهِ
أَقْصَى نِهَايَةِ عِلْمِيْ فِيْهِ مُعْتَرِفِيْ بِعَجْزٍ مِنِّيْ عَنْ إِدْرَاكِ مَعْرِفَتِهِ
“How I love you with love that I can not understand”
“My words can not describe the privilege of my love”
“I know, inside my love there is a recognition”
“My words can not describe the privilege of my love”
“I know, inside my love there is a recognition”
“Sungguh aku mencintaimu dengan cinta yang tak mampu aku pahami”
“kata-kataku tak mampu menggambarkan keistimewaan cintaku”
“yang aku tahu, di dalam cintaku ada sebuah pengakuan”
Memang sangatlah indah ketika Tuhan menciptakan manusia dari tanah, dan meniupkannya nafas-nafas cinta ke dalam tanah tersebut. Saya akan mengambil satu kisah dari seorang Thabi’in yang mulia, ia adalah Abu Idris al-Khulaniyyu, beliau datang ke suabuh masjid yang bernama Himsha, di dalam masjid tersebut beliau menemukan sebuah acara pengajian yang sekaligus dihadiri oleh sebahagian para sahabat Rasulullah saw. Ia pun ikut bergabung dalam pengajian itu, seraya mendengarkan pembicaraan dalam pengajian tersebut. Sedangkan dalam isi pengajian itu banyak menceritakan dan memuji tentang Rasululllah Saw. Dengan penuh perhatian dan kecintaan. Diantara mereka ada seorang laki-laki yang mempunyai wajah yang tampan lagi cerdas dalam berfikirnya. Apabila para sahabat berselisih dalam suatu perkara atau permasalahan, maka mereka menanyakan kepadannya. Dan mereka pun senang dengan setiap jawabannya. Setelah kumpulan pengajian dalam majlis selesai, kemudian para sahabat pulang menuju rumahnya masing-masing. Sedangkan Abu Idris sangat menyesal karena tidak sempat mengenal nama salah seorang daripada mereka dan tidak juga ia sempat mengetahui tempat tinggalnya. Lalu ia pulang kerumah dengan membawa kesedihan yang mendalam dalam hatinya. Sampai dirumahpun ia tidak bisa tidur nyenyak yang ada malah bingung, bimbang dan sedih, seraya ia menyesali dirinya yang tidak bisa mendapatkan kesempatan yang berharga itu. Sehingga waktu pagi pun datang tak terasa, kemudian ia pergi lagi kemasjid dengan sebuah harapan mudah-mudahan bisa menemukan mereka kembali. Setibanya di mesjid ia hanya menemukan seorang laki-laki yang sedang melakukan shalat. Lalu ia menghampiri seseorang yang sedang shalat tersebut, dengan harapan semoga dia bisa menjawab segala kegundahan, dan kesedihan yang dirasakannya selama ini. Dengan penuh kesabaran ia menunggu dia selesai melakukan shalatnya. Wooooooow, ternyata setingkat Thabi’in saja, ketika sedang memikirkan sesuatu tentang keingin tahuannya, atau kecintaanya terhadap sesuatu, ia gundah gulana, apalagi setingkat saya, dan anda yah..ehmmm, tidak bisa terbayangkan gimana rasanya. Tapi jangan salah sangka dulu, Abu Idris, seorang Thabi’in itu bukan gundah karena cinta terhadap lawan jenis, akan tetapi beliau mencintai seorang sahabat yang mempunyai ilmu banyak yang belum sempat ia tanyakannya. Lanjut kepada cerita tadi, Setelah dia selesai melaksanakan shalatnya, kemudian ia mengahampirinya seraya berkata; “Wahai hamba Allah! Demi Allah sesungguhnya saya mencintai anda karena Allah Swt”. lalu seorang laki-laki tersebut mengalihkan pandangan matanya kepadanya. Dengan penuh rasa kasih sayang laki-laki tersebut menjawab; “Sesungguhnya anda mencintai saya karena Allah?”. Kemudian ia menjawab; “Ya! Demi Allah sesungguhnya saya akan mencintai anda karena Allah”. Lalu seorang laki-laki itu berkata lagi; “Berikanlah kabar gembira kepada saya, karena sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Saw. beliau bersabda; “Sesungguhnya dua orang yang saling mencintai dengan keagungan-Ku (karena Allah) maka ia berada dalam naungan Allah dan naungan Arasy’-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naunga-Nya”.
Setelah mendengar jawaban dari sahabat Rasulullah tadi, Kemudian Abu Idris bertanya; “Siapa anda! Semoga Allah mmberikan rahmat kepada anda?” Lalu ia menjawab; “saya adalah Ubadah bin al-Shamit”. Dan ia bertanya lagi, lalu siapa yang bersama laki-laki itu yang telah berkata kepada saya sebelum anda?”. Ia adalah Mu’az bin Jabal”. kemudian Abu Idris, pulang dengan membawa kegembiraan yang tak terhingga. Sehingga segala kegundahan yang selama ini dirasakannya sirna dengan seketika. Ini adalah hanya sepenggal kisah seorang thabi’in yang mencintai sahabat rasulullah, cinta mereka bukan cinta karena hawa nafsu, seperti saya, munkin juga anda yang mencintai lawan jenis, terkadang hanya hawa nafsu yang sering dikedepankan, emosional yang dikedepankan, bahkan bentuk fisik yang dikedepankan, itulah cinta orang yang kurang landasan. Akan tetapi cinta mereka benar-benar dilandaskan cinta karena Allah. Dan cinta yang dilakukan mereka pun akan mendapatkan naungan dari Allah nantinya. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh rasulullah saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar